Beranda

Tuesday 26 March 2013

Ongkos pendakian ke gunung Sumbing

Biaya atau ongkos perjalanan ke gunung Sumbing kali ini dilakukan oleh personil sebanyak 13 orang. Perjalanan dimulai dari kota Yogyakarta. Dan berikut rinciannya.

Pergi
Trans Jogja (UGM-Jombor) : Rp 39.000
Bis Jogja-Magelang : Rp 104.000
Bis Magelang-Kertek : Rp 130.000
Angkot Kertek-Bowongso : Rp 100.000

Pulang
Angkot Sumbing-Basecamp : Rp 70.000
Angkot Basecamp-Kertek : Rp 30.000
Bis Kertek-Magelang : Rp 190.000
Bis Magelang-Jogja : Rp 104.000
Trans Jogja (Jombor-UGM) : 39.000
Total Transportasi : Rp 809.000

Perlengkapan
Tenda dome kap. 6 orang (sewa 2 malam) : Rp 80.000
Tenda pramuka kap. 10 orang (sewa 2 malam) : Rp 80.000
Gas (2 tabung) : Rp 26.000
Total Perlengkapan : Rp 186.000

Logistik
Makan malam mie (di warung) : Rp 56.000
Makan malam nasi goreng (di basecamp) : Rp 112.000
Sarapan+gorengan (di basecamp) : Rp 52.000
Total Logistik : Rp 220.000

Untuk personil sebanyak 13 orang ==> TOTAL : Rp 1.212.000

SEKIAN DAN SEMOGA BERMANFAAT.

Friday 15 March 2013

PENGALAMAN TERSESAT DI GUNUNG SUMBING JALUR BOWONGSO



Gunung Sumbing merupakan gunung tertinggi ke-3 di pulau Jawa setelah gunung Semeru dan gunung Slamet. Gunung Sumbing menjadi pilihan pendakian kami karena ketinggiannya yang melebihi ketinggian gunung-gunung yang kami daki sebelumnya dan jalur menuju puncaknya yang sangat menantang. Ditambah lagi pemandangan alamnya yang sangat bagus baik waktu malam hari maupun siangnya.

Perjalanan ke gunung Sumbing diikuti oleh 13 orang (8 cowok dan 5 cewek) termasuk aku. Satupun tidak ada yang pernah ke gunung Sumbing sebelumnya. Oleh karena itu,  pendakian ke gunung Sumbing ini boleh dikatakan  salah satu misi yang cukup nekat. Apalagi kami semua adalah para pendaki amatir yang belum berpengalaman dan tidak banyak tahu mengenai gunung.

Jalur yang kami pilih adalah jalur baru yang baru dibuka pada tahun 2007, yaitu jalur Bowongso. Aku dan teman-teman berangakat di siang hari dari kota Yogyakarta menuju basecamp di Bowongso menggunakan kendaraan umum dan menghabiskan ongkos dengan total lebih kurang Rp 30.000/orang dengan lama perjalanan sekitar 5 jam. Setelah melakukan registrasi pada orang-orang di basecamp, kemudian pada malam hari pukul 21.00 kami melakukan pendakian ke gunung sumbing yang diawali dengan melewati jalan berbatu kemudian dilanjutkan dengan melewati jalan bertanah. Ketika melewati jalan bertanah kami menemukan jalan bercabang dua. Kemudian kami memilih jalan ke kiri, karena menurut kami jalan ke kiri sepertinya sesuai dengan apa yang digambarkan oleh orang-orang di basecamp, apalagi disepanjang jalan ini kami mulai memasuki wilayah hutan dan sudah tidak lagi menemukan ladang penduduk, sehingga semakin membuat kami yakin bahwa jalan yang kami pilih tidak keliru.

Perjalanan menanjak yang cukup melelahkan selalu mendominasi ketika berpergian ke gunung. Oleh karena itu, kami harus bersabar dan tetap terus melangkahkan kaki agar bisa sampai di puncak. Semakin tinggi kami mendaki, pemandangan indah kota wonosobo dan sekitarnya semakin jelas dimalam hari. Namun, pemandangan seperti itu sewaktu-waktu hilang dari pandangan mata karena tertutup kabut yang tebal.

Setelah lebih dari 3 jam perjalanan, kami belum juga sampai di pos 1. Padahal perjalanan menuju pos 1 biasanya menelan waktu lebih kurang 2 jam. Kami merasa ada sesuatu yang tidak beres di perjalanan ini. Karena setelah melewati waktu yang begitu panjang, seharusnya kami telah sampai di pos 1. Firasatku mulai muncul, jangan-jangan jalur yang kami pilih ketika di jalan tanah tadi adalah salah. Namun aku yang berada di barisan terdepan tetap menelusuri jalan setapak yang masih terlihat jelas karena sepertinya sering dilalui oleh orang-orang. Teman-teman yang dibelakangku juga tidak terlalu banyak bicara. Walaupun selama perjalanan mereka melewati jalan-jalan curam yang berbartu-batu dan ditemani pula oleh adanya jurang di sisi kiri dan kanan, mereka tetap semangat dan ikut saja dengan jalur yang aku pilih, karena semakin lama kami berada di posisi yang lebih tinggi dan itu berarti puncak gunung Sumbing akan menjadi semakin dekat.

Pada tengah malam yang dingin dan terkadang dihampiri kabut yang cukup tebal, kami tetap melanjutkan perjalanan dan ingin meraih misi perjalanan ini. Dan akhirnya kami sudah berada di luar area hutan. Sekarang dihadapan kami di dominasi oleh rerumputan setinggi lutut. Kami juga terkadang melihat tanah-tanah gundul karena kebakaran. Dan di daerah inilah jalan yang kami lewati menjadi putus dan tidak ada lanjutannya. Namun, kami tetap melanjutkan perjalanan walaupun harus membuka jalan baru. Semakin keatas, daerah yang kami lalui semakin curam  dan rawan longsor. Sebagian teman yang cowok mencoba membantu di depan untuk menunjukan kemungkinan jalan yang bisa dilewati dengan nyaman. Sementara sebagian yang lain menjaga dan menenangkan yang cewek-cewek agar tetap tenang dalam situasi ini. Alhamdulillah akhirnya dengan bantuan dan kerjasama teman-teman yang lain, akhirnya kami bisa melewati jalan- jalan yang mengerikan tersebut.

Setelah melewati wilayah yang rawan longsor, kami beristirahat sejenak dan ternyata waktu subuh sebentar lagi akan tiba. Kami melanjutkan perjalanan walaupun dengan langkah kaki yang makin pelan. Bahkan sebagian teman ada yang sampai merangkak. Karena capek aku putuskan untuk istirahat lagi kemudian shalat subuh ditempat yang agak landai. Aku ditemani 2 orang teman yang berkemul menggunakan sarung karena kedinginan. Sedangkan sebagian besar rombongan tetap memutuskan untuk bergerak dan berhenti di bawah pohon yang letaknya sekitar 100 meter dari kami bertiga. Ketika hari mulai agak terang, kami menyaksikan pemandangan yang indah berupa penampakan gunung Sindoro yang dihiasi oleh awan putih dibawahnya. Subhanalloh……

Di tempat ini kami banyak menghabiskan waktu untuk foto-foto, beristirahat sepuasnya, dan menikmati setiap makanan yang kami bawa.



Gambar : suasana di tempat peristirahatan

Di tempat ini, kami juga sadar bahwa ternyata aku dan teman-teman benar-benar salah dari jalur pendakian sebenarnya menuju puncak gunung Sumbing. Kami tidak menuju ke puncak kawah gunung Sumbing, melainkan menuju ke puncak Buntu. Puncak Buntu ini berbeda dengan puncak Buntu yang dicapai dari jalur garung, kaliangkrik, dan lainnya. Puncak buntu ini adalah puncak yang dicapai dari jalur Bowongso. Namanya juga puncak buntu, di depan, di kiri dan kanan ada jurang lebar yang menganga. Berdasarkan penjelasan dari orang-orang dibasecamp, tidak pernah ada pendaki yang sampai ke puncak Buntu ini. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah pendakian ke gunung Sumbing. Oleh karena itu, kami ber-13 adalah rombongan pertama yang bisa sampai ke sini. Dan denger-dengar akhirnya jalur yang menuju ke tempat ini dinamai jalur 13. Hahay……

Pada siang harinya sekitar pukul 15.00, kami sepakat memutuskan untuk turun dari puncak Buntu, karena beberapa teman cewek ada yang sakit. Namun kali ini kami ditemani oleh 4 orang dari basecamp yang sebelumnya kami telpon dari puncak buntu (ternyata di tempat ini ada sinyal loh). Kami minta tolong agar mereka menjemput kami, sebab dalam kondisi yang cukup krisis seperti ini kami benar-benar memerlukan orang yang tahu persis arah untuk turun gunung. Perjalanan turun diawali dengan menempuh jalur yang dilewati oleh babi hutan, baru kemudian kami sampai pada jalur pendakian yang benar antara pos 2 dan pos 1.

Tiba di pos 1, ada salah satu teman kami ternyata melihat penampakan seorang wanita cantik yang sedang tersenyum. Senyum makhluk tersebut, konon menandakan perasaan senang bahwa kami telah kembali dengan selamat. Kemudian di perjalanan antara pos 1 dan gardu pandang teman kami yang lain mengalami halusinasi. Di depannya, dia melihat ada bangungan rumah dengan banyak tiang yang sangat bagus. Namun untung tidak terjadi apa-apa, karena masih banyak teman yang menemaninya disana. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya kami sampai di basecamp pada pukul 22.00. Kami memutuskan untuk menginap dan keesokan harinya baru pulang ke Yogyakarta.

Keesokan harinya sebelum pulang, kami berbincang-bincang dulu dengan orang-orang di basecamp. Orang-orang di basecamp banyak bercerita tentang pengalaman mereka mendaki gunung. Setelah mengambil foto bersama di basecamp, kemudian kami packing dan berpamitan dengan orang-orang di basecamp untuk pulang.

Demikian cerita aku dan teman-temanku ketika tersesat di kawasan gunung Sumbing. Walaupun tidak sampai ke puncak kawah, namun aku dan teman-teman merasa cukup puas dan banyak mendapat pelajaran dari kejadian yang kami alami ketika mendaki. Karena masih penasaran, sebagian besar personil juga memutuskan untuk mendaki lagi ke gunung Sumbing, insyaAllah akan dilakukan pada liburan yang tersedia di akhir bulan Maret 2013 ini. Sekian……

Wednesday 27 February 2013

Pendakian ke gunung Merbabu jalur Selo yang penuh tantangan



Sebagai penutup liburan semester I, kami mahasiswa pascasarjana UGM 2012 sebanyak 6 orang memutuskan untuk melakukan pendakian ke gunung Merbabu melalui jalur Selo, Boyolali. Berikut sekilas profil masing-masing personil yang akan berangkat adalah sebagai berikut: Yudi, Mukmin, Heri, Heru, Deni, Aan.

Dengan melihat profil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua personil tidak pernah sama sekali ke gunung Merbabu melalui jalur Selo. Apalagi banyak informasi di internet yang mengatakan bahwa jalur Selo adalah jalur yang rumit karena banyak cabang yang bisa membuat para pendaki tersesat dan tidak bisa sampai ke puncak Merbabu. Walaupun demikian, kami tidak surut dan malahan menganggap itu sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dengan segala bekal yang telah dipersiapkan dengan maksimal.

Di samping jalur pendakiannya yang rumit seperti yang dikabarkan di internet, namun pendakian melalui jalur Selo memiliki pemandangan alam berupa sabana yang sangat indah yang tidak dimiliki jalur-jalur lain seperti kopeng dan wekas. Di tambah lagi, dari jalur Selo, kita bisa melihat penampakan gunung Merapi yang menjulang tinggi, sehingga menjadikan perjalanan menjadi lebih berkesan.

Okey…sekarang kita mulai saja cerita perjalanannya….

Kami berangkat menuju Selo pada pukul 07.00 menggunakan sepeda motor dengan rute perjalanan dari Yogyakarta-Magelang- Kec.Sawangan (masih Magelang)-Ketep-Boyolali (Selo). Letak Desa Selo diapit oleh dua gunung, gunung merapi di selatan dan gunung merbabu di utara. Sampai di Selo, kemudian kami bertanya di Polsek Selo untuk mencari lokasi basecamp pendakian merbabu. Jarak 1 km dari Polsek, akhirnya kami menemukan basecamp sebagai tempat istirahat sebelum melakukan pendakian ke gunung Merbabu.

Sampai di basecamp, kami kemudian melakukan registrasi dan menyiapkan segala perbekalan. Di samping itu, kami juga banyak bertanya kepada penjaga basecamp mengenai jalur pendakian yang akan kami lewati agar tidak tersesat. Basecamp yang kami kunjungi menyediakan tempat makan dan toko. Oleh karena itu, kami tidak perlu khawatir jika kekurangan konsumsi. Bahkan sebelum mendaki, kami terlebih dahulu memesan nasi bungkus  seharga Rp 6.000 dengan lauk telur ceplok dan sayur lodeh untuk bekal makan siang. Basecamp juga menyediakan beberapa kamar mandi yang dapat digunakan oleh para pendaki jika ingin buang air ataupun bersih-bersih. Intinya, basecamp adalah tempat yang harus kami kunjungi sebelum mendaki ke puncak merbabu.

Setelah benar-benar siap, akhirnya pada pukul 10.00, kami meninggalkan basecamp dan melanjutkan perjalanan ke gunung Merbabu. Di awal perjalanan, kami masih dihiasi oleh pemandangan berupa ladang penduduk yang sedang ditanami bawang prei dan kubis. Waktu itu para petani sedang melakukan pemupukan di ladang mereka. Pupuk yang mereka gunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran sapi dan baunya sangat menyengat. Apalagi sebelum ditaburkan di area ladang, kotoran-kotoran tersebut ditumpuk di pinggiran jalan seperti gunung. Dan secara spontan kami menutup hidung kemudian mempercepat langkah agar segera bebas dari aroma dari alam tersebut. Setelah melewati ladang penduduk kemudian kami memasuki hutan yang dipenuhi oleh pohon pinus, rumput-rumput gajah, dan beberapa tumbuhan yang kami tidak tahu namanya :D. Sampai di pos 1, keadaan disekitar kami masih dihiasi oleh pohon-pohon yang tinggi dan semak belukar. Di pos 1 kami beristirahat sejenak kemudian melanjutkan perjalanan ke pos 2. Di pertengahan jalan menuju pos 2, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang bersumber dari salah seoarang teman “kita makan yuk”

Setelah melewati pos 2, satu demi satu tantangan mulai muncul dihadapan kami. Medan yang kami jumpai sudah mulai menanjak dengan kemiringan yang cukup curam. Hujan disertai badai yang cukup keras juga menimpa kami. Di tambah lagi ada salah satu teman kami yang mengalami gangguan di kedua pahanya, sehingga hampir tidak memungkinkan lagi untuk melewati tanjakan yang cukup curam. Bahkan setelah dikasi balsam, rasa sakitnya belum juga berkurang. Aku sendiri sempat berpikir, mungkinkah perjalanan ini akan sampai disini saja. Akhirnya, salah satu teman kami mencoba mengurut dan memijat pada bagian yang sakit menggunakan minyak goreng yang kami bawa waktu itu. Setelah menunggu beberapa menit, Alhamdulillah ternyata rasa sakit yang diderita temanku sudah agak berkurang, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya sampai di daerah watu tulis.

Di watu tulis, kami beristirahat sebentar, minum, makan jajan, dan juga foto-foto. Dan berikut adalah gambar hasil jepretan kamera yang bisa kami ambil.

Setelah puas beristirahat, kemudian kami melewati satu bukit lagi agar sampai di sabana 1. Sepanjang perjalanana menuju sabana 1, badai justru semakin kuat menerjang kami. Karena terjangan badai, gerakan kami menjadi tidak seimbang dan sekali-kali kami berjalan seperti orang yang mau ambruk. Teman-teman yang lain bahkan sesekali merangkak agar tidak jatuh, karena yang kami lewati adalah perbukitan yang cukup miring yang bisa berpotensi membuat siapa saja jatuh terguling-guling jika tidak berhati-hati. Dan akhirnya sekitar pukul 17.00, kami tiba di sabana 1.

Di sabana 1, kemudian sebagian dari kami mendirikan tenda dengan ditemani cuaca yang tidak bersahabat. Karena badai di sabana 1 cukup dahsyat, maka tenda yang kami dirikan dipasak dengan kuat ke tanang dan tali-tali penopang tenda kami ikatkan pada pohon-pohon yang ada disekitarnya agar bisa kokoh dan tahan dari terjangan badai. Teman-teman yang tidak ikut mendirikan tenda bertugas menyalakan api dan memasak air. Alhamdulillah waktu itu, ada tempat di bawah rerimbunan pohon yang bisa dijadikan tempat untuk memasak air, sehingga api yang kami nyalakan bebas dari gangguan badai. Tenda sudah didirikan, air yang kami masak sudah mendidih, dan tinggal menyiapkan pop mie, susu sashet, dan beberapa snack sebagai menu makanan kami malam ini. Sungguh nikmat bisa merasakan sesajian seperti ini di pegunungan, mmmmm….nyam…nyam…nyam…

Karena badai di saban 1 tak kunjung usai, maka sepanjang malam kami menghabiskan waktu di dalam tenda. Di dalam tenda, tidak banyak yang bisa kami kerjakan. Kami hanya ngobrol, bercerita dan merencanakan perjalanan ke puncak di keesokan harinya.

Pagi-pagi sekitar jam 06.00 badai masih tak kunjung reda. Tetapi, kami tetap harus keluar tenda untuk siap-siap melanjutkan perjalanan ke puncak. Setelah sarapan pop mie kemudian kami membongkar tenda. Pukul 08.00 tepat, kami melanjutkan perjalanan melewati sabana 2 dan akhirnya berhasil sampai di puncak Merbabu pada pukul 10.00.

Gambar : Di puncak gunung Merbabu

Di puncak tertinggi merbabu (puncak kenteng songo), kami merasa sangat puas. Berbagai rintangan yang kami hadapi di sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai di puncak tentu memberikan kesan tersendiri bagi kami. Itu semua mungkin merupakan pengalaman terhebat yang pernah kami lalui ketika mendaki gunung. Walaupun kami telah berhasil sampai ke puncak, tetapi suatu saat nanti kami akan kembali lagi ke tempat ini dan lebih banyak menikmati pemandangan alam di sabana 1, sabana 2 dan bukit-bukit disekitarnya yang waktu itu belum sempat kami lihat karena tertutup kabut tebal. Sekian….

Sunday 17 February 2013

PENGALAMAN DI BROMO YANG TAK TERLUPAKAN



Aku beserta 8 orang teman sekampus melakukan perjalanan menuju kawasan Gunung Bromo di Jawa Timur. Dan dari semuanya itu cuma aku yang pernah ke Bromo sebanyak 3 kali dan ini adalah perjalananku ke Bromo yang ke-4. Perjalananku yang pertama, kedua, dan ketiga ke Bromo tidak terlalu membekas di hati dan bagiku biasa-biasa saja. Namun, perjalanan kali ini menurutku yang paling spesial karena adanya kejadian tak terduga dan tak terlupakan yang kami alami bersama. Berikut merupakan beberapa momen yang kami alami di kawasan Bromo.

Hujan yang cukup deras
Pada tanggal 1 Februari pukul 21.40 kami berangkat dari Yogyakarta menuju Bromo. Secara umum rute perjalanan yang kami tempuh sebagai berikut : Yogyakarta-Surabaya-Malang-Pasar Tumpang-Desa Ngadas-Jemplang-Bromo. Pada pukul 12.00 kami tiba di Jemplang. Dari Jemplang menuju Bromo kami memilih jalan kaki agar dapat menikmati sepuasnya pemandangan berupa bukit teletubis, padang rumput savana, padang pasir, dll.


Gambar 1: Perjalanan melewati bukit teletubis dan padang rumput yang luas

Cuaca saat itu sedang mendung ditambah kabut yang menyelimuti perjalanan kami, sehingga suasananya seperti di sore hari. Setelah berjalan beberapa kilometer tiba-tiba hujan yang cukup deras mengguyur kami, tapi alhamdulillah ada jas hujan dan semua kami memakainya agar barang bawaan tidak basah. Satupun teman-temanku tidak ada yang mengeluhkan perjalanan ini terutama yang cewek-cewek. Aku salut sama mereka. Mereka lebih banyak diam bersabar dan tetap melanjutkan perjalanan. Mungkin masing-masing dari mereka berfikir bahwa karena kita sudah berada di tengah perjalanan, dan jika kembali toh juga pasti akan menempuh perjalanan yang sangat jauh. Jadi tidak ada pilihan lain selain tetap semangat dalam melangkahkan kaki ini walaupun dalam kondisi hujan. Pada akhirnya, kami tiba di kawasan padang pasir dan istirahat sebentar untuk mengumpulkan energi.

Makan di padang pasir
Ketika berada di padang pasir, hujan yang mengguyur kami makin lama makin mulai reda. Sekitar pukul 15.30 kami merasa lapar karena semenjak dari Jemplang perut kami belum diisi. Akhirnya Nasi bungkus yang dibeli di Pasar Tumpang dikeluarkan semua dimakan bareng. Ini dia fotonya, wakakaka…... Menurutku ini adalah momen yang paling berkesan sepanjang kami melakukan perjalanan. Bagiku ini adalah saat dimana kebersamaan itu begitu terasa. Tidak ada satu pun kekecewaan, malahan semua tersenyum dan saling mentertawakan satu sama lain karena wajah semuanya tiba-tiba terlihat lucu di suasana seperti ini. Aku pun merasa lebih dekat dengan teman-teman semuanya. Tidak pernah sebelumnya aku alami saat-saat bersama seperti ini. Trims ya Rabb atas suasana ini…

 Gambar 3 : Suasana makan bareng di padang pasir yang tak terlupakan

Dikejar anjing (kejadian tak terduga)
Setelah makan bareng, kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati daratan berpasir yang berbukit-bukit. Kami beruntung pasirnya menjadi basah setelah diguyur hujan, sehingga saat melewati jalan yang berbukit pasirnya tidak mudah longsor.

Setelah melewati jalan yang berbukit-bukit tiba-tiba terdapat 4 ekor anjing dari jarak yang cukup jauh berlari sambil menggonggong kearah kami. Awalnya kami tidak merasa takut, namun salah satu dari kami mengatakan bahwa anjing itu adalah anjing gurun pasir yang mirip serigala dan yang sewaktu-waktu jika lapar akan memburu daging manusia. Mendengar penuturan tersebut, sebagian dari kami merasa takut dan memilih jalan lain. Ketika menempuh jalan yang lain, eh..ternyata anjingnya masih mengikuti kami. Aku berpikiran bahwa jangan-jangan memang betul itu adalah anjing gurun seperti yang dikatakan temanku tadi. Tapi aku langsung membuang jauh-jauh pikiran itu dan tidak terlalu memperdulikannya dan terus berjalan menjauhi sekelompok dogy tersebut sampai akhirnya mereka tidak lagi mengikuti kami. Alhamdulillah….. Selanjutnya kami berhenti beberapa menit dan mendirikan shalat karena sepanjang perjalanan jemplang-bromo kami belum sholat Dhuhur dan Ashar.

Selesai shalat, kami lanjutkan perjalanan menuju Gunung Bromo dan mendirikan tenda disana.

Menikmati suasana Sunrise
Satu hal yang juga mengesankan ketika seseorang berada di gunung adalah momen sunrise. Di perjalananku sebelumnya ke Bromo, aku tidak sempat melihat sunrise. Namun kali ini tidak boleh sampai ketinggalan. Agar tidak melewatkan momen tersebut, sampai-sampai aku dan teman-teman rela bangun pada pukul 02.00. Walaupun pada jam tersebut suhunya sangat dingin dan keadaan masih gelap, kawasan Bromo sudah terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang melakukan perjalanan menuju puncak gunung Bromo untuk melihat sunrise.

Foto bersama


Demikian saat-saat tak terlupakan yang bisa aku ceritakan saat melakukan perjalanan menuju kawasan Bromo. Semoga bermanfaat dan bisa memberikan motivasi dalam mewujudkan mimpi kita ke tempat-tempat yang diinginkan. :D