Biaya atau ongkos perjalanan ke gunung Sumbing kali ini dilakukan oleh personil sebanyak 13 orang. Perjalanan dimulai dari kota Yogyakarta. Dan berikut rinciannya.
Pergi
Trans Jogja (UGM-Jombor) : Rp 39.000
Bis Jogja-Magelang : Rp 104.000
Bis Magelang-Kertek : Rp 130.000
Angkot Kertek-Bowongso : Rp 100.000
Pulang
Angkot Sumbing-Basecamp : Rp 70.000
Angkot Basecamp-Kertek : Rp 30.000
Bis Kertek-Magelang : Rp 190.000
Bis Magelang-Jogja : Rp 104.000
Trans Jogja (Jombor-UGM) : 39.000
Total Transportasi : Rp 809.000
Perlengkapan
Tenda dome kap. 6 orang (sewa 2 malam) : Rp 80.000
Tenda pramuka kap. 10 orang (sewa 2 malam) : Rp 80.000
Gas (2 tabung) : Rp 26.000
Total Perlengkapan : Rp 186.000
Logistik
Makan malam mie (di warung) : Rp 56.000
Makan malam nasi goreng (di basecamp) : Rp 112.000
Sarapan+gorengan (di basecamp) : Rp 52.000
Total Logistik : Rp 220.000
Untuk personil sebanyak 13 orang ==> TOTAL : Rp 1.212.000
SEKIAN DAN SEMOGA BERMANFAAT.
Tuesday, 26 March 2013
Friday, 15 March 2013
PENGALAMAN TERSESAT DI GUNUNG SUMBING JALUR BOWONGSO
Gunung Sumbing merupakan gunung
tertinggi ke-3 di pulau Jawa setelah gunung Semeru dan gunung Slamet. Gunung
Sumbing menjadi pilihan pendakian kami karena ketinggiannya yang melebihi
ketinggian gunung-gunung yang kami daki sebelumnya dan jalur menuju puncaknya
yang sangat menantang. Ditambah lagi pemandangan alamnya yang sangat bagus baik
waktu malam hari maupun siangnya.
Perjalanan ke gunung Sumbing diikuti
oleh 13 orang (8 cowok dan 5 cewek) termasuk aku. Satupun tidak ada yang pernah
ke gunung Sumbing sebelumnya. Oleh karena itu, pendakian ke gunung Sumbing ini boleh
dikatakan salah satu misi yang cukup
nekat. Apalagi kami semua adalah para pendaki amatir yang belum berpengalaman
dan tidak banyak tahu mengenai gunung.
Jalur yang kami pilih adalah
jalur baru yang baru dibuka pada tahun 2007, yaitu jalur Bowongso. Aku dan
teman-teman berangakat di siang hari dari kota Yogyakarta menuju basecamp di
Bowongso menggunakan kendaraan umum dan menghabiskan ongkos dengan total lebih
kurang Rp 30.000/orang dengan lama perjalanan sekitar 5 jam. Setelah melakukan
registrasi pada orang-orang di basecamp, kemudian pada malam hari pukul 21.00
kami melakukan pendakian ke gunung sumbing yang diawali dengan melewati jalan
berbatu kemudian dilanjutkan dengan melewati jalan bertanah. Ketika melewati
jalan bertanah kami menemukan jalan bercabang dua. Kemudian kami memilih jalan
ke kiri, karena menurut kami jalan ke kiri sepertinya sesuai dengan apa yang digambarkan
oleh orang-orang di basecamp, apalagi disepanjang jalan ini kami mulai memasuki
wilayah hutan dan sudah tidak lagi menemukan ladang penduduk, sehingga semakin
membuat kami yakin bahwa jalan yang kami pilih tidak keliru.
Perjalanan menanjak yang cukup
melelahkan selalu mendominasi ketika berpergian ke gunung. Oleh karena itu,
kami harus bersabar dan tetap terus melangkahkan kaki agar bisa sampai di
puncak. Semakin tinggi kami mendaki, pemandangan indah kota wonosobo dan
sekitarnya semakin jelas dimalam hari. Namun, pemandangan seperti itu
sewaktu-waktu hilang dari pandangan mata karena tertutup kabut yang tebal.
Setelah lebih dari 3 jam
perjalanan, kami belum juga sampai di pos 1. Padahal perjalanan menuju pos 1
biasanya menelan waktu lebih kurang 2 jam. Kami merasa ada sesuatu yang tidak
beres di perjalanan ini. Karena setelah melewati waktu yang begitu panjang, seharusnya
kami telah sampai di pos 1. Firasatku mulai muncul, jangan-jangan jalur yang
kami pilih ketika di jalan tanah tadi adalah salah. Namun aku yang berada di
barisan terdepan tetap menelusuri jalan setapak yang masih terlihat jelas
karena sepertinya sering dilalui oleh orang-orang. Teman-teman yang
dibelakangku juga tidak terlalu banyak bicara. Walaupun selama perjalanan
mereka melewati jalan-jalan curam yang berbartu-batu dan ditemani pula oleh
adanya jurang di sisi kiri dan kanan, mereka tetap semangat dan ikut saja
dengan jalur yang aku pilih, karena semakin lama kami berada di posisi yang
lebih tinggi dan itu berarti puncak gunung Sumbing akan menjadi semakin dekat.
Pada tengah malam yang dingin dan
terkadang dihampiri kabut yang cukup tebal, kami tetap melanjutkan perjalanan
dan ingin meraih misi perjalanan ini. Dan akhirnya kami sudah berada di luar
area hutan. Sekarang dihadapan kami di dominasi oleh rerumputan setinggi lutut.
Kami juga terkadang melihat tanah-tanah gundul karena kebakaran. Dan di daerah
inilah jalan yang kami lewati menjadi putus dan tidak ada lanjutannya. Namun,
kami tetap melanjutkan perjalanan walaupun harus membuka jalan baru. Semakin
keatas, daerah yang kami lalui semakin curam
dan rawan longsor. Sebagian teman yang cowok mencoba membantu di depan
untuk menunjukan kemungkinan jalan yang bisa dilewati dengan nyaman. Sementara
sebagian yang lain menjaga dan menenangkan yang cewek-cewek agar tetap tenang
dalam situasi ini. Alhamdulillah akhirnya dengan bantuan dan kerjasama teman-teman
yang lain, akhirnya kami bisa melewati jalan- jalan yang mengerikan tersebut.
Setelah melewati wilayah yang
rawan longsor, kami beristirahat sejenak dan ternyata waktu subuh sebentar lagi
akan tiba. Kami melanjutkan perjalanan walaupun dengan langkah kaki yang makin
pelan. Bahkan sebagian teman ada yang sampai merangkak. Karena capek aku
putuskan untuk istirahat lagi kemudian shalat subuh ditempat yang agak landai.
Aku ditemani 2 orang teman yang berkemul menggunakan sarung karena kedinginan.
Sedangkan sebagian besar rombongan tetap memutuskan untuk bergerak dan berhenti
di bawah pohon yang letaknya sekitar 100 meter dari kami bertiga. Ketika hari
mulai agak terang, kami menyaksikan pemandangan yang indah berupa penampakan
gunung Sindoro yang dihiasi oleh awan putih dibawahnya. Subhanalloh……
Di tempat ini kami banyak menghabiskan
waktu untuk foto-foto, beristirahat sepuasnya, dan menikmati setiap makanan
yang kami bawa.
Gambar : suasana di
tempat peristirahatan
Di tempat ini, kami juga sadar
bahwa ternyata aku dan teman-teman benar-benar salah dari jalur pendakian
sebenarnya menuju puncak gunung Sumbing. Kami tidak menuju ke puncak kawah
gunung Sumbing, melainkan menuju ke puncak Buntu. Puncak Buntu ini berbeda
dengan puncak Buntu yang dicapai dari jalur garung, kaliangkrik, dan lainnya.
Puncak buntu ini adalah puncak yang dicapai dari jalur Bowongso. Namanya juga
puncak buntu, di depan, di kiri dan kanan ada jurang lebar yang menganga.
Berdasarkan penjelasan dari orang-orang dibasecamp, tidak pernah ada pendaki
yang sampai ke puncak Buntu ini. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah
pendakian ke gunung Sumbing. Oleh karena itu, kami ber-13 adalah rombongan
pertama yang bisa sampai ke sini. Dan denger-dengar akhirnya jalur yang menuju
ke tempat ini dinamai jalur 13. Hahay……
Pada siang harinya sekitar pukul
15.00, kami sepakat memutuskan untuk turun dari puncak Buntu, karena beberapa
teman cewek ada yang sakit. Namun kali ini kami ditemani oleh 4 orang dari
basecamp yang sebelumnya kami telpon dari puncak buntu (ternyata di tempat ini ada
sinyal loh). Kami minta tolong agar mereka menjemput kami, sebab dalam kondisi
yang cukup krisis seperti ini kami benar-benar memerlukan orang yang tahu
persis arah untuk turun gunung. Perjalanan turun diawali dengan menempuh jalur
yang dilewati oleh babi hutan, baru kemudian kami sampai pada jalur pendakian
yang benar antara pos 2 dan pos 1.
Tiba di pos 1, ada salah satu
teman kami ternyata melihat penampakan seorang wanita cantik yang sedang
tersenyum. Senyum makhluk tersebut, konon menandakan perasaan senang bahwa kami
telah kembali dengan selamat. Kemudian di perjalanan antara pos 1 dan gardu
pandang teman kami yang lain mengalami halusinasi. Di depannya, dia melihat ada
bangungan rumah dengan banyak tiang yang sangat bagus. Namun untung tidak
terjadi apa-apa, karena masih banyak teman yang menemaninya disana. Setelah menempuh
perjalanan beberapa jam, akhirnya kami sampai di basecamp pada pukul 22.00.
Kami memutuskan untuk menginap dan keesokan harinya baru pulang ke Yogyakarta.
Keesokan harinya sebelum pulang,
kami berbincang-bincang dulu dengan orang-orang di basecamp. Orang-orang di
basecamp banyak bercerita tentang pengalaman mereka mendaki gunung. Setelah
mengambil foto bersama di basecamp, kemudian kami packing dan berpamitan dengan
orang-orang di basecamp untuk pulang.
Demikian cerita aku dan
teman-temanku ketika tersesat di kawasan gunung Sumbing. Walaupun tidak sampai
ke puncak kawah, namun aku dan teman-teman merasa cukup puas dan banyak
mendapat pelajaran dari kejadian yang kami alami ketika mendaki. Karena masih
penasaran, sebagian besar personil juga memutuskan untuk mendaki lagi ke gunung
Sumbing, insyaAllah akan dilakukan pada liburan yang tersedia di akhir bulan
Maret 2013 ini. Sekian……
Wednesday, 27 February 2013
Pendakian ke gunung Merbabu jalur Selo yang penuh tantangan
Sebagai penutup liburan semester I, kami mahasiswa
pascasarjana UGM 2012 sebanyak 6 orang memutuskan untuk melakukan pendakian ke
gunung Merbabu melalui jalur Selo, Boyolali. Berikut sekilas profil
masing-masing personil yang akan berangkat adalah sebagai berikut:
Yudi, Mukmin, Heri, Heru, Deni, Aan.
Dengan melihat profil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
semua personil tidak pernah sama sekali ke gunung Merbabu melalui jalur Selo.
Apalagi banyak informasi di internet yang mengatakan bahwa jalur Selo adalah
jalur yang rumit karena banyak cabang yang bisa membuat para pendaki tersesat
dan tidak bisa sampai ke puncak Merbabu. Walaupun demikian, kami tidak surut
dan malahan menganggap itu sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dengan
segala bekal yang telah dipersiapkan dengan maksimal.
Di samping jalur pendakiannya yang rumit seperti yang
dikabarkan di internet, namun pendakian melalui jalur Selo memiliki pemandangan
alam berupa sabana yang sangat indah yang tidak dimiliki jalur-jalur lain
seperti kopeng dan wekas. Di tambah lagi, dari jalur Selo, kita bisa melihat
penampakan gunung Merapi yang menjulang tinggi, sehingga menjadikan perjalanan
menjadi lebih berkesan.
Okey…sekarang kita mulai saja cerita perjalanannya….
Kami berangkat menuju Selo pada pukul 07.00 menggunakan
sepeda motor dengan rute perjalanan dari Yogyakarta-Magelang- Kec.Sawangan
(masih Magelang)-Ketep-Boyolali (Selo). Letak Desa Selo diapit oleh dua gunung,
gunung merapi di selatan dan gunung merbabu di utara. Sampai di Selo, kemudian
kami bertanya di Polsek Selo untuk mencari lokasi basecamp pendakian merbabu. Jarak
1 km dari Polsek, akhirnya kami menemukan basecamp sebagai tempat istirahat
sebelum melakukan pendakian ke gunung Merbabu.
Sampai di basecamp, kami kemudian melakukan registrasi dan
menyiapkan segala perbekalan. Di samping itu, kami juga banyak bertanya kepada
penjaga basecamp mengenai jalur pendakian yang akan kami lewati agar tidak
tersesat. Basecamp yang kami kunjungi menyediakan tempat makan dan toko. Oleh
karena itu, kami tidak perlu khawatir jika kekurangan konsumsi. Bahkan sebelum
mendaki, kami terlebih dahulu memesan nasi bungkus seharga Rp 6.000 dengan lauk telur ceplok dan
sayur lodeh untuk bekal makan siang. Basecamp juga menyediakan beberapa kamar
mandi yang dapat digunakan oleh para pendaki jika ingin buang air ataupun
bersih-bersih. Intinya, basecamp adalah tempat yang harus kami kunjungi sebelum
mendaki ke puncak merbabu.
Setelah benar-benar siap, akhirnya pada pukul 10.00, kami
meninggalkan basecamp dan melanjutkan perjalanan ke gunung Merbabu. Di awal
perjalanan, kami masih dihiasi oleh pemandangan berupa ladang penduduk yang
sedang ditanami bawang prei dan kubis. Waktu itu para petani sedang melakukan pemupukan
di ladang mereka. Pupuk yang mereka gunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran
sapi dan baunya sangat menyengat. Apalagi sebelum ditaburkan di area ladang,
kotoran-kotoran tersebut ditumpuk di pinggiran jalan seperti gunung. Dan secara
spontan kami menutup hidung kemudian mempercepat langkah agar segera bebas dari
aroma dari alam tersebut. Setelah melewati ladang penduduk kemudian kami
memasuki hutan yang dipenuhi oleh pohon pinus, rumput-rumput gajah, dan
beberapa tumbuhan yang kami tidak tahu namanya :D. Sampai di pos 1, keadaan
disekitar kami masih dihiasi oleh pohon-pohon yang tinggi dan semak belukar. Di
pos 1 kami beristirahat sejenak kemudian melanjutkan perjalanan ke pos 2. Di
pertengahan jalan menuju pos 2, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang
bersumber dari salah seoarang teman “kita makan yuk”
Setelah melewati pos 2, satu demi satu tantangan mulai
muncul dihadapan kami. Medan yang kami jumpai sudah mulai menanjak dengan
kemiringan yang cukup curam. Hujan disertai badai yang cukup keras juga menimpa
kami. Di tambah lagi ada salah satu teman kami yang mengalami gangguan di kedua
pahanya, sehingga hampir tidak memungkinkan lagi untuk melewati tanjakan yang
cukup curam. Bahkan setelah dikasi balsam, rasa sakitnya belum juga berkurang. Aku
sendiri sempat berpikir, mungkinkah perjalanan ini akan sampai disini saja.
Akhirnya, salah satu teman kami mencoba mengurut dan memijat pada bagian yang
sakit menggunakan minyak goreng yang kami bawa waktu itu. Setelah menunggu
beberapa menit, Alhamdulillah ternyata rasa sakit yang diderita temanku sudah
agak berkurang, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya
sampai di daerah watu tulis.
Di watu tulis, kami beristirahat sebentar, minum, makan
jajan, dan juga foto-foto. Dan berikut adalah gambar hasil jepretan kamera yang
bisa kami ambil.
Setelah puas beristirahat, kemudian
kami melewati satu bukit lagi agar sampai di sabana 1. Sepanjang perjalanana
menuju sabana 1, badai justru semakin kuat menerjang kami. Karena terjangan
badai, gerakan kami menjadi tidak seimbang dan sekali-kali kami berjalan
seperti orang yang mau ambruk. Teman-teman yang lain bahkan sesekali merangkak
agar tidak jatuh, karena yang kami lewati adalah perbukitan yang cukup miring
yang bisa berpotensi membuat siapa saja jatuh terguling-guling jika tidak
berhati-hati. Dan akhirnya sekitar pukul 17.00, kami tiba di sabana 1.
Di sabana 1, kemudian sebagian
dari kami mendirikan tenda dengan ditemani cuaca yang tidak bersahabat. Karena
badai di sabana 1 cukup dahsyat, maka tenda yang kami dirikan dipasak dengan
kuat ke tanang dan tali-tali penopang tenda kami ikatkan pada pohon-pohon yang
ada disekitarnya agar bisa kokoh dan tahan dari terjangan badai. Teman-teman
yang tidak ikut mendirikan tenda bertugas menyalakan api dan memasak air.
Alhamdulillah waktu itu, ada tempat di bawah rerimbunan pohon yang bisa
dijadikan tempat untuk memasak air, sehingga api yang kami nyalakan bebas dari
gangguan badai. Tenda sudah didirikan, air yang kami masak sudah mendidih, dan
tinggal menyiapkan pop mie, susu sashet, dan beberapa snack sebagai menu
makanan kami malam ini. Sungguh nikmat bisa merasakan sesajian seperti ini di
pegunungan, mmmmm….nyam…nyam…nyam…
Karena badai di saban 1 tak
kunjung usai, maka sepanjang malam kami menghabiskan waktu di dalam tenda. Di
dalam tenda, tidak banyak yang bisa kami kerjakan. Kami hanya ngobrol,
bercerita dan merencanakan perjalanan ke puncak di keesokan harinya.
Pagi-pagi sekitar jam 06.00 badai
masih tak kunjung reda. Tetapi, kami tetap harus keluar tenda untuk siap-siap
melanjutkan perjalanan ke puncak. Setelah sarapan pop mie kemudian kami
membongkar tenda. Pukul 08.00 tepat, kami melanjutkan perjalanan melewati
sabana 2 dan akhirnya berhasil sampai di puncak Merbabu pada pukul 10.00.
Gambar : Di puncak
gunung Merbabu
Di puncak tertinggi merbabu
(puncak kenteng songo), kami merasa sangat puas. Berbagai rintangan yang kami
hadapi di sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai di puncak tentu
memberikan kesan tersendiri bagi kami. Itu semua mungkin merupakan pengalaman
terhebat yang pernah kami lalui ketika mendaki gunung. Walaupun kami telah
berhasil sampai ke puncak, tetapi suatu saat nanti kami akan kembali lagi ke
tempat ini dan lebih banyak menikmati pemandangan alam di sabana 1, sabana 2
dan bukit-bukit disekitarnya yang waktu itu belum sempat kami lihat karena
tertutup kabut tebal. Sekian….
Sunday, 17 February 2013
PENGALAMAN DI BROMO YANG TAK TERLUPAKAN
Aku beserta 8 orang teman sekampus
melakukan perjalanan menuju kawasan Gunung Bromo di Jawa Timur. Dan dari
semuanya itu cuma aku yang pernah ke Bromo sebanyak 3 kali dan ini adalah
perjalananku ke Bromo yang ke-4. Perjalananku yang pertama, kedua, dan ketiga
ke Bromo tidak terlalu membekas di hati dan bagiku biasa-biasa saja. Namun,
perjalanan kali ini menurutku yang paling spesial karena adanya kejadian tak
terduga dan tak terlupakan yang kami alami bersama. Berikut merupakan beberapa
momen yang kami alami di kawasan Bromo.
Hujan
yang cukup deras
Pada tanggal 1 Februari pukul 21.40
kami berangkat dari Yogyakarta menuju Bromo. Secara umum rute perjalanan yang
kami tempuh sebagai berikut : Yogyakarta-Surabaya-Malang-Pasar Tumpang-Desa
Ngadas-Jemplang-Bromo. Pada pukul 12.00 kami tiba di Jemplang. Dari Jemplang menuju
Bromo kami memilih jalan kaki agar dapat menikmati sepuasnya pemandangan berupa
bukit teletubis, padang rumput savana, padang pasir, dll.
Gambar
1: Perjalanan melewati bukit teletubis dan padang rumput yang luas
Cuaca saat itu sedang mendung
ditambah kabut yang menyelimuti perjalanan kami, sehingga suasananya seperti di
sore hari. Setelah berjalan beberapa kilometer tiba-tiba hujan yang cukup deras
mengguyur kami, tapi alhamdulillah ada jas hujan dan semua kami memakainya agar
barang bawaan tidak basah. Satupun teman-temanku tidak ada yang mengeluhkan
perjalanan ini terutama yang cewek-cewek. Aku salut sama mereka. Mereka lebih
banyak diam bersabar dan tetap melanjutkan perjalanan. Mungkin masing-masing
dari mereka berfikir bahwa karena kita sudah berada di tengah perjalanan, dan
jika kembali toh juga pasti akan menempuh perjalanan yang sangat jauh. Jadi
tidak ada pilihan lain selain tetap semangat dalam melangkahkan kaki ini
walaupun dalam kondisi hujan. Pada akhirnya, kami tiba di kawasan padang pasir
dan istirahat sebentar untuk mengumpulkan energi.
Makan
di padang pasir
Ketika berada di padang pasir, hujan
yang mengguyur kami makin lama makin mulai reda. Sekitar pukul 15.30 kami
merasa lapar karena semenjak dari Jemplang perut kami belum diisi. Akhirnya
Nasi bungkus yang dibeli di Pasar Tumpang dikeluarkan semua dimakan bareng. Ini
dia fotonya, wakakaka…... Menurutku ini adalah momen yang paling berkesan
sepanjang kami melakukan perjalanan. Bagiku ini adalah saat dimana kebersamaan
itu begitu terasa. Tidak ada satu pun kekecewaan, malahan semua tersenyum dan
saling mentertawakan satu sama lain karena wajah semuanya tiba-tiba terlihat
lucu di suasana seperti ini. Aku pun merasa lebih dekat dengan teman-teman
semuanya. Tidak pernah sebelumnya aku alami saat-saat bersama seperti ini.
Trims ya Rabb atas suasana ini…
Gambar
3 : Suasana makan bareng di padang pasir yang tak terlupakan
Dikejar
anjing (kejadian tak terduga)
Setelah makan bareng, kemudian kami
melanjutkan perjalanan melewati daratan berpasir yang berbukit-bukit. Kami
beruntung pasirnya menjadi basah setelah diguyur hujan, sehingga saat melewati
jalan yang berbukit pasirnya tidak mudah longsor.
Setelah melewati jalan yang
berbukit-bukit tiba-tiba terdapat 4 ekor anjing dari jarak yang cukup jauh
berlari sambil menggonggong kearah kami. Awalnya kami tidak merasa takut, namun
salah satu dari kami mengatakan bahwa anjing itu adalah anjing gurun pasir yang
mirip serigala dan yang sewaktu-waktu jika lapar akan memburu daging manusia.
Mendengar penuturan tersebut, sebagian dari kami merasa takut dan memilih jalan
lain. Ketika menempuh jalan yang lain, eh..ternyata anjingnya masih mengikuti
kami. Aku berpikiran bahwa jangan-jangan memang betul itu adalah anjing gurun
seperti yang dikatakan temanku tadi. Tapi aku langsung membuang jauh-jauh pikiran
itu dan tidak terlalu memperdulikannya dan terus berjalan menjauhi sekelompok
dogy tersebut sampai akhirnya mereka tidak lagi mengikuti kami.
Alhamdulillah….. Selanjutnya kami berhenti beberapa menit dan mendirikan shalat
karena sepanjang perjalanan jemplang-bromo kami belum sholat Dhuhur dan Ashar.
Selesai shalat, kami lanjutkan
perjalanan menuju Gunung Bromo dan mendirikan tenda disana.
Menikmati suasana Sunrise
Satu hal yang juga mengesankan
ketika seseorang berada di gunung adalah momen sunrise. Di perjalananku
sebelumnya ke Bromo, aku tidak sempat melihat sunrise. Namun kali ini tidak
boleh sampai ketinggalan. Agar tidak melewatkan momen tersebut, sampai-sampai
aku dan teman-teman rela bangun pada pukul 02.00. Walaupun pada jam tersebut
suhunya sangat dingin dan keadaan masih gelap, kawasan Bromo sudah terlihat
ramai oleh orang-orang yang sedang melakukan perjalanan menuju puncak gunung
Bromo untuk melihat sunrise.
Foto bersama
Subscribe to:
Posts (Atom)