Sebagai penutup liburan semester I, kami mahasiswa
pascasarjana UGM 2012 sebanyak 6 orang memutuskan untuk melakukan pendakian ke
gunung Merbabu melalui jalur Selo, Boyolali. Berikut sekilas profil
masing-masing personil yang akan berangkat adalah sebagai berikut:
Yudi, Mukmin, Heri, Heru, Deni, Aan.
Dengan melihat profil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
semua personil tidak pernah sama sekali ke gunung Merbabu melalui jalur Selo.
Apalagi banyak informasi di internet yang mengatakan bahwa jalur Selo adalah
jalur yang rumit karena banyak cabang yang bisa membuat para pendaki tersesat
dan tidak bisa sampai ke puncak Merbabu. Walaupun demikian, kami tidak surut
dan malahan menganggap itu sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dengan
segala bekal yang telah dipersiapkan dengan maksimal.
Di samping jalur pendakiannya yang rumit seperti yang
dikabarkan di internet, namun pendakian melalui jalur Selo memiliki pemandangan
alam berupa sabana yang sangat indah yang tidak dimiliki jalur-jalur lain
seperti kopeng dan wekas. Di tambah lagi, dari jalur Selo, kita bisa melihat
penampakan gunung Merapi yang menjulang tinggi, sehingga menjadikan perjalanan
menjadi lebih berkesan.
Okey…sekarang kita mulai saja cerita perjalanannya….
Kami berangkat menuju Selo pada pukul 07.00 menggunakan
sepeda motor dengan rute perjalanan dari Yogyakarta-Magelang- Kec.Sawangan
(masih Magelang)-Ketep-Boyolali (Selo). Letak Desa Selo diapit oleh dua gunung,
gunung merapi di selatan dan gunung merbabu di utara. Sampai di Selo, kemudian
kami bertanya di Polsek Selo untuk mencari lokasi basecamp pendakian merbabu. Jarak
1 km dari Polsek, akhirnya kami menemukan basecamp sebagai tempat istirahat
sebelum melakukan pendakian ke gunung Merbabu.
Sampai di basecamp, kami kemudian melakukan registrasi dan
menyiapkan segala perbekalan. Di samping itu, kami juga banyak bertanya kepada
penjaga basecamp mengenai jalur pendakian yang akan kami lewati agar tidak
tersesat. Basecamp yang kami kunjungi menyediakan tempat makan dan toko. Oleh
karena itu, kami tidak perlu khawatir jika kekurangan konsumsi. Bahkan sebelum
mendaki, kami terlebih dahulu memesan nasi bungkus seharga Rp 6.000 dengan lauk telur ceplok dan
sayur lodeh untuk bekal makan siang. Basecamp juga menyediakan beberapa kamar
mandi yang dapat digunakan oleh para pendaki jika ingin buang air ataupun
bersih-bersih. Intinya, basecamp adalah tempat yang harus kami kunjungi sebelum
mendaki ke puncak merbabu.
Setelah benar-benar siap, akhirnya pada pukul 10.00, kami
meninggalkan basecamp dan melanjutkan perjalanan ke gunung Merbabu. Di awal
perjalanan, kami masih dihiasi oleh pemandangan berupa ladang penduduk yang
sedang ditanami bawang prei dan kubis. Waktu itu para petani sedang melakukan pemupukan
di ladang mereka. Pupuk yang mereka gunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran
sapi dan baunya sangat menyengat. Apalagi sebelum ditaburkan di area ladang,
kotoran-kotoran tersebut ditumpuk di pinggiran jalan seperti gunung. Dan secara
spontan kami menutup hidung kemudian mempercepat langkah agar segera bebas dari
aroma dari alam tersebut. Setelah melewati ladang penduduk kemudian kami
memasuki hutan yang dipenuhi oleh pohon pinus, rumput-rumput gajah, dan
beberapa tumbuhan yang kami tidak tahu namanya :D. Sampai di pos 1, keadaan
disekitar kami masih dihiasi oleh pohon-pohon yang tinggi dan semak belukar. Di
pos 1 kami beristirahat sejenak kemudian melanjutkan perjalanan ke pos 2. Di
pertengahan jalan menuju pos 2, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang
bersumber dari salah seoarang teman “kita makan yuk”
Setelah melewati pos 2, satu demi satu tantangan mulai
muncul dihadapan kami. Medan yang kami jumpai sudah mulai menanjak dengan
kemiringan yang cukup curam. Hujan disertai badai yang cukup keras juga menimpa
kami. Di tambah lagi ada salah satu teman kami yang mengalami gangguan di kedua
pahanya, sehingga hampir tidak memungkinkan lagi untuk melewati tanjakan yang
cukup curam. Bahkan setelah dikasi balsam, rasa sakitnya belum juga berkurang. Aku
sendiri sempat berpikir, mungkinkah perjalanan ini akan sampai disini saja.
Akhirnya, salah satu teman kami mencoba mengurut dan memijat pada bagian yang
sakit menggunakan minyak goreng yang kami bawa waktu itu. Setelah menunggu
beberapa menit, Alhamdulillah ternyata rasa sakit yang diderita temanku sudah
agak berkurang, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya
sampai di daerah watu tulis.
Di watu tulis, kami beristirahat sebentar, minum, makan
jajan, dan juga foto-foto. Dan berikut adalah gambar hasil jepretan kamera yang
bisa kami ambil.
Setelah puas beristirahat, kemudian
kami melewati satu bukit lagi agar sampai di sabana 1. Sepanjang perjalanana
menuju sabana 1, badai justru semakin kuat menerjang kami. Karena terjangan
badai, gerakan kami menjadi tidak seimbang dan sekali-kali kami berjalan
seperti orang yang mau ambruk. Teman-teman yang lain bahkan sesekali merangkak
agar tidak jatuh, karena yang kami lewati adalah perbukitan yang cukup miring
yang bisa berpotensi membuat siapa saja jatuh terguling-guling jika tidak
berhati-hati. Dan akhirnya sekitar pukul 17.00, kami tiba di sabana 1.
Di sabana 1, kemudian sebagian
dari kami mendirikan tenda dengan ditemani cuaca yang tidak bersahabat. Karena
badai di sabana 1 cukup dahsyat, maka tenda yang kami dirikan dipasak dengan
kuat ke tanang dan tali-tali penopang tenda kami ikatkan pada pohon-pohon yang
ada disekitarnya agar bisa kokoh dan tahan dari terjangan badai. Teman-teman
yang tidak ikut mendirikan tenda bertugas menyalakan api dan memasak air.
Alhamdulillah waktu itu, ada tempat di bawah rerimbunan pohon yang bisa
dijadikan tempat untuk memasak air, sehingga api yang kami nyalakan bebas dari
gangguan badai. Tenda sudah didirikan, air yang kami masak sudah mendidih, dan
tinggal menyiapkan pop mie, susu sashet, dan beberapa snack sebagai menu
makanan kami malam ini. Sungguh nikmat bisa merasakan sesajian seperti ini di
pegunungan, mmmmm….nyam…nyam…nyam…
Karena badai di saban 1 tak
kunjung usai, maka sepanjang malam kami menghabiskan waktu di dalam tenda. Di
dalam tenda, tidak banyak yang bisa kami kerjakan. Kami hanya ngobrol,
bercerita dan merencanakan perjalanan ke puncak di keesokan harinya.
Pagi-pagi sekitar jam 06.00 badai
masih tak kunjung reda. Tetapi, kami tetap harus keluar tenda untuk siap-siap
melanjutkan perjalanan ke puncak. Setelah sarapan pop mie kemudian kami
membongkar tenda. Pukul 08.00 tepat, kami melanjutkan perjalanan melewati
sabana 2 dan akhirnya berhasil sampai di puncak Merbabu pada pukul 10.00.
Gambar : Di puncak
gunung Merbabu
Di puncak tertinggi merbabu
(puncak kenteng songo), kami merasa sangat puas. Berbagai rintangan yang kami
hadapi di sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai di puncak tentu
memberikan kesan tersendiri bagi kami. Itu semua mungkin merupakan pengalaman
terhebat yang pernah kami lalui ketika mendaki gunung. Walaupun kami telah
berhasil sampai ke puncak, tetapi suatu saat nanti kami akan kembali lagi ke
tempat ini dan lebih banyak menikmati pemandangan alam di sabana 1, sabana 2
dan bukit-bukit disekitarnya yang waktu itu belum sempat kami lihat karena
tertutup kabut tebal. Sekian….