Beranda

Wednesday, 27 February 2013

Pendakian ke gunung Merbabu jalur Selo yang penuh tantangan



Sebagai penutup liburan semester I, kami mahasiswa pascasarjana UGM 2012 sebanyak 6 orang memutuskan untuk melakukan pendakian ke gunung Merbabu melalui jalur Selo, Boyolali. Berikut sekilas profil masing-masing personil yang akan berangkat adalah sebagai berikut: Yudi, Mukmin, Heri, Heru, Deni, Aan.

Dengan melihat profil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua personil tidak pernah sama sekali ke gunung Merbabu melalui jalur Selo. Apalagi banyak informasi di internet yang mengatakan bahwa jalur Selo adalah jalur yang rumit karena banyak cabang yang bisa membuat para pendaki tersesat dan tidak bisa sampai ke puncak Merbabu. Walaupun demikian, kami tidak surut dan malahan menganggap itu sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dengan segala bekal yang telah dipersiapkan dengan maksimal.

Di samping jalur pendakiannya yang rumit seperti yang dikabarkan di internet, namun pendakian melalui jalur Selo memiliki pemandangan alam berupa sabana yang sangat indah yang tidak dimiliki jalur-jalur lain seperti kopeng dan wekas. Di tambah lagi, dari jalur Selo, kita bisa melihat penampakan gunung Merapi yang menjulang tinggi, sehingga menjadikan perjalanan menjadi lebih berkesan.

Okey…sekarang kita mulai saja cerita perjalanannya….

Kami berangkat menuju Selo pada pukul 07.00 menggunakan sepeda motor dengan rute perjalanan dari Yogyakarta-Magelang- Kec.Sawangan (masih Magelang)-Ketep-Boyolali (Selo). Letak Desa Selo diapit oleh dua gunung, gunung merapi di selatan dan gunung merbabu di utara. Sampai di Selo, kemudian kami bertanya di Polsek Selo untuk mencari lokasi basecamp pendakian merbabu. Jarak 1 km dari Polsek, akhirnya kami menemukan basecamp sebagai tempat istirahat sebelum melakukan pendakian ke gunung Merbabu.

Sampai di basecamp, kami kemudian melakukan registrasi dan menyiapkan segala perbekalan. Di samping itu, kami juga banyak bertanya kepada penjaga basecamp mengenai jalur pendakian yang akan kami lewati agar tidak tersesat. Basecamp yang kami kunjungi menyediakan tempat makan dan toko. Oleh karena itu, kami tidak perlu khawatir jika kekurangan konsumsi. Bahkan sebelum mendaki, kami terlebih dahulu memesan nasi bungkus  seharga Rp 6.000 dengan lauk telur ceplok dan sayur lodeh untuk bekal makan siang. Basecamp juga menyediakan beberapa kamar mandi yang dapat digunakan oleh para pendaki jika ingin buang air ataupun bersih-bersih. Intinya, basecamp adalah tempat yang harus kami kunjungi sebelum mendaki ke puncak merbabu.

Setelah benar-benar siap, akhirnya pada pukul 10.00, kami meninggalkan basecamp dan melanjutkan perjalanan ke gunung Merbabu. Di awal perjalanan, kami masih dihiasi oleh pemandangan berupa ladang penduduk yang sedang ditanami bawang prei dan kubis. Waktu itu para petani sedang melakukan pemupukan di ladang mereka. Pupuk yang mereka gunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran sapi dan baunya sangat menyengat. Apalagi sebelum ditaburkan di area ladang, kotoran-kotoran tersebut ditumpuk di pinggiran jalan seperti gunung. Dan secara spontan kami menutup hidung kemudian mempercepat langkah agar segera bebas dari aroma dari alam tersebut. Setelah melewati ladang penduduk kemudian kami memasuki hutan yang dipenuhi oleh pohon pinus, rumput-rumput gajah, dan beberapa tumbuhan yang kami tidak tahu namanya :D. Sampai di pos 1, keadaan disekitar kami masih dihiasi oleh pohon-pohon yang tinggi dan semak belukar. Di pos 1 kami beristirahat sejenak kemudian melanjutkan perjalanan ke pos 2. Di pertengahan jalan menuju pos 2, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang bersumber dari salah seoarang teman “kita makan yuk”

Setelah melewati pos 2, satu demi satu tantangan mulai muncul dihadapan kami. Medan yang kami jumpai sudah mulai menanjak dengan kemiringan yang cukup curam. Hujan disertai badai yang cukup keras juga menimpa kami. Di tambah lagi ada salah satu teman kami yang mengalami gangguan di kedua pahanya, sehingga hampir tidak memungkinkan lagi untuk melewati tanjakan yang cukup curam. Bahkan setelah dikasi balsam, rasa sakitnya belum juga berkurang. Aku sendiri sempat berpikir, mungkinkah perjalanan ini akan sampai disini saja. Akhirnya, salah satu teman kami mencoba mengurut dan memijat pada bagian yang sakit menggunakan minyak goreng yang kami bawa waktu itu. Setelah menunggu beberapa menit, Alhamdulillah ternyata rasa sakit yang diderita temanku sudah agak berkurang, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya sampai di daerah watu tulis.

Di watu tulis, kami beristirahat sebentar, minum, makan jajan, dan juga foto-foto. Dan berikut adalah gambar hasil jepretan kamera yang bisa kami ambil.

Setelah puas beristirahat, kemudian kami melewati satu bukit lagi agar sampai di sabana 1. Sepanjang perjalanana menuju sabana 1, badai justru semakin kuat menerjang kami. Karena terjangan badai, gerakan kami menjadi tidak seimbang dan sekali-kali kami berjalan seperti orang yang mau ambruk. Teman-teman yang lain bahkan sesekali merangkak agar tidak jatuh, karena yang kami lewati adalah perbukitan yang cukup miring yang bisa berpotensi membuat siapa saja jatuh terguling-guling jika tidak berhati-hati. Dan akhirnya sekitar pukul 17.00, kami tiba di sabana 1.

Di sabana 1, kemudian sebagian dari kami mendirikan tenda dengan ditemani cuaca yang tidak bersahabat. Karena badai di sabana 1 cukup dahsyat, maka tenda yang kami dirikan dipasak dengan kuat ke tanang dan tali-tali penopang tenda kami ikatkan pada pohon-pohon yang ada disekitarnya agar bisa kokoh dan tahan dari terjangan badai. Teman-teman yang tidak ikut mendirikan tenda bertugas menyalakan api dan memasak air. Alhamdulillah waktu itu, ada tempat di bawah rerimbunan pohon yang bisa dijadikan tempat untuk memasak air, sehingga api yang kami nyalakan bebas dari gangguan badai. Tenda sudah didirikan, air yang kami masak sudah mendidih, dan tinggal menyiapkan pop mie, susu sashet, dan beberapa snack sebagai menu makanan kami malam ini. Sungguh nikmat bisa merasakan sesajian seperti ini di pegunungan, mmmmm….nyam…nyam…nyam…

Karena badai di saban 1 tak kunjung usai, maka sepanjang malam kami menghabiskan waktu di dalam tenda. Di dalam tenda, tidak banyak yang bisa kami kerjakan. Kami hanya ngobrol, bercerita dan merencanakan perjalanan ke puncak di keesokan harinya.

Pagi-pagi sekitar jam 06.00 badai masih tak kunjung reda. Tetapi, kami tetap harus keluar tenda untuk siap-siap melanjutkan perjalanan ke puncak. Setelah sarapan pop mie kemudian kami membongkar tenda. Pukul 08.00 tepat, kami melanjutkan perjalanan melewati sabana 2 dan akhirnya berhasil sampai di puncak Merbabu pada pukul 10.00.

Gambar : Di puncak gunung Merbabu

Di puncak tertinggi merbabu (puncak kenteng songo), kami merasa sangat puas. Berbagai rintangan yang kami hadapi di sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai di puncak tentu memberikan kesan tersendiri bagi kami. Itu semua mungkin merupakan pengalaman terhebat yang pernah kami lalui ketika mendaki gunung. Walaupun kami telah berhasil sampai ke puncak, tetapi suatu saat nanti kami akan kembali lagi ke tempat ini dan lebih banyak menikmati pemandangan alam di sabana 1, sabana 2 dan bukit-bukit disekitarnya yang waktu itu belum sempat kami lihat karena tertutup kabut tebal. Sekian….

Sunday, 17 February 2013

PENGALAMAN DI BROMO YANG TAK TERLUPAKAN



Aku beserta 8 orang teman sekampus melakukan perjalanan menuju kawasan Gunung Bromo di Jawa Timur. Dan dari semuanya itu cuma aku yang pernah ke Bromo sebanyak 3 kali dan ini adalah perjalananku ke Bromo yang ke-4. Perjalananku yang pertama, kedua, dan ketiga ke Bromo tidak terlalu membekas di hati dan bagiku biasa-biasa saja. Namun, perjalanan kali ini menurutku yang paling spesial karena adanya kejadian tak terduga dan tak terlupakan yang kami alami bersama. Berikut merupakan beberapa momen yang kami alami di kawasan Bromo.

Hujan yang cukup deras
Pada tanggal 1 Februari pukul 21.40 kami berangkat dari Yogyakarta menuju Bromo. Secara umum rute perjalanan yang kami tempuh sebagai berikut : Yogyakarta-Surabaya-Malang-Pasar Tumpang-Desa Ngadas-Jemplang-Bromo. Pada pukul 12.00 kami tiba di Jemplang. Dari Jemplang menuju Bromo kami memilih jalan kaki agar dapat menikmati sepuasnya pemandangan berupa bukit teletubis, padang rumput savana, padang pasir, dll.


Gambar 1: Perjalanan melewati bukit teletubis dan padang rumput yang luas

Cuaca saat itu sedang mendung ditambah kabut yang menyelimuti perjalanan kami, sehingga suasananya seperti di sore hari. Setelah berjalan beberapa kilometer tiba-tiba hujan yang cukup deras mengguyur kami, tapi alhamdulillah ada jas hujan dan semua kami memakainya agar barang bawaan tidak basah. Satupun teman-temanku tidak ada yang mengeluhkan perjalanan ini terutama yang cewek-cewek. Aku salut sama mereka. Mereka lebih banyak diam bersabar dan tetap melanjutkan perjalanan. Mungkin masing-masing dari mereka berfikir bahwa karena kita sudah berada di tengah perjalanan, dan jika kembali toh juga pasti akan menempuh perjalanan yang sangat jauh. Jadi tidak ada pilihan lain selain tetap semangat dalam melangkahkan kaki ini walaupun dalam kondisi hujan. Pada akhirnya, kami tiba di kawasan padang pasir dan istirahat sebentar untuk mengumpulkan energi.

Makan di padang pasir
Ketika berada di padang pasir, hujan yang mengguyur kami makin lama makin mulai reda. Sekitar pukul 15.30 kami merasa lapar karena semenjak dari Jemplang perut kami belum diisi. Akhirnya Nasi bungkus yang dibeli di Pasar Tumpang dikeluarkan semua dimakan bareng. Ini dia fotonya, wakakaka…... Menurutku ini adalah momen yang paling berkesan sepanjang kami melakukan perjalanan. Bagiku ini adalah saat dimana kebersamaan itu begitu terasa. Tidak ada satu pun kekecewaan, malahan semua tersenyum dan saling mentertawakan satu sama lain karena wajah semuanya tiba-tiba terlihat lucu di suasana seperti ini. Aku pun merasa lebih dekat dengan teman-teman semuanya. Tidak pernah sebelumnya aku alami saat-saat bersama seperti ini. Trims ya Rabb atas suasana ini…

 Gambar 3 : Suasana makan bareng di padang pasir yang tak terlupakan

Dikejar anjing (kejadian tak terduga)
Setelah makan bareng, kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati daratan berpasir yang berbukit-bukit. Kami beruntung pasirnya menjadi basah setelah diguyur hujan, sehingga saat melewati jalan yang berbukit pasirnya tidak mudah longsor.

Setelah melewati jalan yang berbukit-bukit tiba-tiba terdapat 4 ekor anjing dari jarak yang cukup jauh berlari sambil menggonggong kearah kami. Awalnya kami tidak merasa takut, namun salah satu dari kami mengatakan bahwa anjing itu adalah anjing gurun pasir yang mirip serigala dan yang sewaktu-waktu jika lapar akan memburu daging manusia. Mendengar penuturan tersebut, sebagian dari kami merasa takut dan memilih jalan lain. Ketika menempuh jalan yang lain, eh..ternyata anjingnya masih mengikuti kami. Aku berpikiran bahwa jangan-jangan memang betul itu adalah anjing gurun seperti yang dikatakan temanku tadi. Tapi aku langsung membuang jauh-jauh pikiran itu dan tidak terlalu memperdulikannya dan terus berjalan menjauhi sekelompok dogy tersebut sampai akhirnya mereka tidak lagi mengikuti kami. Alhamdulillah….. Selanjutnya kami berhenti beberapa menit dan mendirikan shalat karena sepanjang perjalanan jemplang-bromo kami belum sholat Dhuhur dan Ashar.

Selesai shalat, kami lanjutkan perjalanan menuju Gunung Bromo dan mendirikan tenda disana.

Menikmati suasana Sunrise
Satu hal yang juga mengesankan ketika seseorang berada di gunung adalah momen sunrise. Di perjalananku sebelumnya ke Bromo, aku tidak sempat melihat sunrise. Namun kali ini tidak boleh sampai ketinggalan. Agar tidak melewatkan momen tersebut, sampai-sampai aku dan teman-teman rela bangun pada pukul 02.00. Walaupun pada jam tersebut suhunya sangat dingin dan keadaan masih gelap, kawasan Bromo sudah terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang melakukan perjalanan menuju puncak gunung Bromo untuk melihat sunrise.

Foto bersama


Demikian saat-saat tak terlupakan yang bisa aku ceritakan saat melakukan perjalanan menuju kawasan Bromo. Semoga bermanfaat dan bisa memberikan motivasi dalam mewujudkan mimpi kita ke tempat-tempat yang diinginkan. :D